Jumat, 12 Desember 2008

SWCU's 52nd Anniversary: International Conference on the Global Impact of Women Migrant Workers from South East Asia


To celebrate the Satya Wacana Christian University 52nd Anniversary, the Center for Gender Research and Studies - Satya Wacana Christian University (Indonesia) together with I-SEED (Austria) have hosted on December 2, 2008 an International Conference on the Global Impact of Women Migrant Workers from South East Asia. It aims at providing the scientific foundation for further action on the wider topic of Women Migrant Workers from South East Asia. It has to be stressed that the 2008 Salatiga Conference did not be a political conference but that its aims are solely scientific.

In this conference 6 papers have been presented. They are:
1. Responding to National Policies on Migrant Workers: Activism of Indonesian Local NGOs (Solidaritas Perempuan and Migrant CARE)
By Sylvia Yazid. PhD Candidate. School of Political and Social Inquiry, Faculty of Arts,
Monash University, Melbourne, Australia

2. The Anemia Status of Local Women Migrant Who Worked as “Gendong Labour” in Legi Traditional Market at Surakarta City
By dr. Anik Lestari & dr. Diffah Hanim (Center for Gender Studies, Sebelas Maret University)

3. Women Migrant Workers’ Reaction to the Marginalization
Arianti Ina R.Hunga (Center for Gender Reseach & Studies – Satya Wacana Christian University)

4. The Social Impact of Women Migrant Workers Influencing Women Migrant Workers and Their Families in Fulfilling Family Functions (A Case Study in Salatiga)
By Purwanti Asih Anna Levi (Center for Gender Research and Studies - Satya Wacana Christian University)

5. The Concept of Success among Women Migrant Workers: A Case Study in Salatiga
By Purwanti Kusumaningtyas. (Lecturer of Faculty of Language and Literature, Satya Wacana Christian University, Salatiga. She is interested in gender studies, literary and cultural studies and alternative education)

6. An Emic Study of the Phenomenon of Muted Women Migrant Workers in Salatiga and its Surrounding Towns
By Mustika Kuri Prasela (Communication Department, Faculty of Social and Political Science Satya Wacana Christian Univesity & Gender Study Center Satya Wacana Christian University)

Kajian Wanita - Dikti 2008: Muted Group dalam Keluarga Pekerja Migran Perempuan (Studi Emik Kasus di Kota Salatiga & Sekitarnya)


Calon TKI/W sedang belajar Bahasa Inggris di SDN Glawan.


Calon TKI/W sedang belajar Bahasa Inggris bersama tim peneliti di rumah salah seorang peserta

The condition of migrant workers is getting worse because of the poor preparatory training. Their poor educational background, which is rooted back from their childhood, results in low bargaining position. There is a notion that they do not decide for themselves what education suits them, but social and cultural values influence and dominate them. Their rights to voice their intention to continue education are impeded by the stereotype and subordinated by their families and society.

Thus, research on social cultural domination on migrant workers in terms of education access becomes necessary. The domination pattern and exploitation fact on the migrant workers could emerge on their in-group communication pattern. Communication pattern amidst the community members in migrant workers supplier territory could be one of the precious clues to trace. In communication occur many message transfers which provide us evidence of devaluation of migrant workers’ education access.

This research is an emic study with gender perspective that also implements muted group theory. The theory is employed to scrutinize migrant workers’ education access marginalization and delegitimation. Emic study certainly is a participatory research and therefore, this study focuses on the pattern of dialog about education in the family and society.

This research is to find out how those migrant workers’ lack of space to express themselves in terms of educational matters. They got many influences from family and society which hampers their desire to continue education. Finally, those interventions emerge as a dominant argument in the education communication pattern.

Keywords: Migrant worker, muted group, low education access, communication pattern.

Research Team:
Mustika Kuri Prasela, S.Si
Anita Patricia, S.Sos.
Volunteers

Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender (PKBG): Mengelola Usaha Produktif Rumah Tangga





Pelatihan menjahit untuk memenuhi order dari pasar luar negeri (Belanda)


Pelatihan membuat handicraft yang melibatkan anggota keluarga laki-laki & perempuan

Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender masih menjadi persoalan dalam masyarakat Indonesia, tidak terkecuali bagi masyarakat Kota Salatiga. Hal ini muncul dalam tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yang cenderung meningkat dalam 3 tahun terakhir ini di Jawa Tengah, khususnya di Kota Salatiga. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) muncul dalam dimensi yang luas, tidak hanya dalam bentuk fisik
tetapi juga psikologis maupun ekonomi. Dalam konteks ekonomi, kekerasan yang muncul berupa pemutusan akses dan kontrol terhadap sumber daya ekonomi rumah tangga, larangan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, tidak memberi nafkah, dsb.

Pemecahan persoalan ini menjadi sangat efektif bila dimulai dari pendidikan keluarga yang berbasis gender yang diwujudkan dalam aktifitas ekonomi bersama yang melibatkan suami (laki-laki), isteri (perempuan), dan anak. Dalam aktifitas konkrit ini, dimasukkan/diintegrasikan aspek pendidikan untuk mengubah kerangka berpikir, pandangan-pandangan, dan perilaku yang bias gender selama ini. Aktifitas ini sekaligus untuk menjawab persoalan kemiskinan yang masih membelenggu masyarakat hingga saat ini. Pemecahan masalah kemiskinan perempuan merupakan hal ”mendasar” yang perlu dilakukan oleh bangsa ini karena menyangkut pemenuhan HAM. Salah satu kebijakan pemerintah dalam aspek pendidikan untuk merespon persoalan ini adalah adanya Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dinyatakan bahwa salah satu program Pendidikan Informal adalah Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender (PKBG). Program ini merupakan respon pemerintah terhadap program pengarusutamaan genger (PUG) yang diarahkan dalam pendidikan informal. Program ini tidak hanya diarahkan pada kemampuan kognitif, tetapi menekankan perubahan perilaku dan kemampuan teknis (ketrampilan) yang dapat menjadi ”alat” untuk dapat mengambil peran aktif dalam keluarga dan masyarakat dan memperoleh penghargaan dan perlakuan yang ”setara” di antara aktor-aktor di dalamnya (laki-laki dan perempuan).

Program peningkatan kualitas SDM berwawasan gender bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi semua masyarakat. Berangkat dari pemahaman ini, maka Pusat Penelitian dan Studi Gender – UKSW bekerjasama dengan Parahita Foundation Salatiga dan Sawini Trade-Netherlands merasakan ”terpanggil” untuk ikut memberikan kontribusi dalam program pemerintah khususnya melalui Dinas Pendidikan Kota Salatiga untuk mengakses dan merealisasikan program-program di bawah Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan – Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal – Departemen Pendidikan Nasional. Sebagai wujud komitmen ini, dirintislah program Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender (PKBG) yang menjadi bagian tak terpisahkan dari program pendidikan perempuan, yang diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas SDM perempuan agar mampu mengambil peran aktif dalam masyarakat.

Tim Riset Aksi:
Ir. Arianti Ina R. Hunga, M.Si. (Ketua)
Purwanti Asih Anna Levi, S.S. (Anggota)
Hannah van Grimbergen (Anggota)
Lotte Driedonks (Anggota)
Eunice Frijde (Anggota)
Kristiani Rahayu, M.Pd. (Anggota)
Dra. Prastiwi (Anggota)

Pendidikan Perempuan: Membangun Kapasitas Ekonomi Produktif






Pelatihan membuat handicraft bertema Natal dari bahan ban bekas dan kertas daur ulang

Kualitas sumber daya manusia perempuan menentukan kemajuan suatu masyarakat dan generasi mendatang. Pentingnya aspek ini bukan hanya karena perempuan mempunyai fungsi kodrati untuk hamil, melahirkan, dan memelihara anak. Dalam konteks ini pendidikan perempuan akan menentukan kualitas anak yang menjadi generasi mendatang. Lebih dari itu, sebagai manusia perempuan mempunyai hak dasar untuk memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam berkontribusi dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini justru menjadi masalah pelik dari bangsa Indonesia khususnya di Kota Salatiga di tengah realitas di mana kesempatan ini masih terbatas bagi sebagian besar perempuan. Pemecahan kemiskinan merupakan hal ”mendasar” yang perlu dilakukan oleh bangsa ini karena menyangkut pemenuhan HAM.

Salah satu kebijakan pemerintah dalam aspek pendidikan untuk merespon persoalan ini adalah adanya Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dinyatakan bahwa salah satu program Pendidikan Non Formal adalah Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH atau life skill). Program ini diarahkan bagi masyakat yang tidak memunyai akses atau kesempatan di pendidikan formal dan berasal dari keluarga miskin. Ketrampilan yang dimiliki diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pribadi peserta didik agar mampu mengambil peran aktif dalam kegiatan produktif dan khususnya menjadi ”bekal” mencari nafkah atau meningkatkan kualitas hasil pekerjajaan untuk mendukung ekonomi keluarga.

Program peningkatan kualitas SDM bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi semua masyarakat. Berangkat dari pemahaman ini, maka Pusat Penelitian dan Studi Gender – Universitas Kristen Satya Wacana bersama-sama dengan Parahita Foundation merasa ”terpanggil” untuk ikut memberikan kontribusi dalam program pemerintah melalui program Pendidikan Perempuan yang diarahkan untuk pemberdayaan perempuan sehingga perempuan mampu memberikan kualitas kontribusi dalam keluarga dan masyarakat dan memperoleh penghargaan yang setara dalam keluarga dan masyarakat.

Kerjasama Pusat Penelitian dan Studi Gender – Universitas Kristen Satya Wacana dan Parahita Fondation dalam merealisasikan program ini dalam upaya mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dan mendukung kesinambungan program ini.

Tim Riset Aksi:
Ir. Arianti Ina R. Hunga, M.Si. (Ketua)
Purwanti Asih Anna Levi, S.S. (Anggota)
Hannah van Grimbergen (Anggota)
Lotte Driedonks (Anggota)
Eunice Frijde (Anggota)
Dra. Prastiwi (Anggota)

Kajian Wanita - Dikti 2008: Perubahan Peran Gender & Marginalisasi Perempuan dalam Keluarga Pekerja Migran -Studi Kasus di Kota Salatiga & Sekitarnya







Persoalan Perempuan Pekerja Migran (TKW) merupakan gambaran konkrit kemiskinan perempuan. Kompleksitas persoalan ini melibatkan berbagai pihak dan menjadi persoalan sistem dan struktural dengan faktor penyebab dan kendala yang tidak tunggal. Oleh keluarganya TKW djadikan obyek/komoditas untuk melepaskan diri dari lingkaran kemiskinan.

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran:
1) perubahan peran gender Perempuan Pekerja Migran dalam dalam rumah tangga dan masyarakatnya;
2) bentuk-bentuk marginalisasi Perempuan Pekerja Migran dalam rumah tangga dan masyarakatnya;
3) faktor mendasar apa yang mendasari proses marginalisasi Perempuan Pekerja Migran dalam rumah tangga dan masyarakatnya.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dari perspektif gender. Subyek penelitian adalah TKW dan mantan TKW di salah satu desa (Desa Waru Doyong)pensuplai TKW dari Jawa Tengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1) Gambaran umum Desa Warung Doyong merupakan desa yang marginal, baik dalam arti kepemerintahan (sebagai wilayah “pinggiran”) maupun kemasyarakatan. Gambarannya adalah: keterbatasan lahan pertanian dan peluang kerja, SDM yang terbatas (pendidikan, wawasan, & ketrampilan), dan persoalan sosial-ekonomi yang kompleks (pengangguran, putus sekolah, hubungan seks terlarang, kekurangan gizi pada anak balita, kekerasan dalam rumah tangga, dll).

2) Perubahan peran gender yang terjadi lebih mereproduksi peran gender tradisional yang terjadi. Ketidakhadiran TKW di rumahnya tidak menyebabkan suami mengambil alih peran tersebut tetapi menggeser/mengalihkan peran tersebut pada perempuan lain, seperti orang tua, mertua, saudara (kakak/adik). Perempuan Pekerja Migran hanya mengalami mobilitas horizontal dalam arti tidak ada perubahan peran yang bermakna, yaitu hanya pergeseran dari peran domestik ke domestik. Perbedaannya hanyalah pada wilayah di mana pekerjaan itu berlangsung. Kontribusi Perempuan Pekerja Migran ternyata tidak meningkatkan posisi tawarnya dalam keluarga dan masyarakat. Mereka tetap tersubordinasi dalam “kekuasaan” para suami dan laki-laki dalam masyarakat.

3) TKW mengalami proses marginalisasi secara struktural dan sistematis yang nampak pada level rumah tangga, sistem Pekerja Migran, dan masyarakat. Marginalisasi terjadi dalam basis nilai (ucapan/bahasa/wacana, stereotype, dan maknanya) dan basis material (jenis pekerjaaan, perlakuan, dan penghargaan). Bentuknya, antara lain:

a) Negara melalui organisasi perempuan yang sudah terbentuk sejak zaman Orde Baru yaitu PKK. ‘Ideologi’ gender (ibunisme) diterjemahkan (diindoktrinasikan) dalam Mars PKK , peraturan dalam organisasi, 10 program pokok PKK, dan Panca Darma Wanita.

b) Dalam sistem yang terkait dengan profesi Pekerja Migran, profesi Pekerja Migran diwacanakan dan dimaknai sebagai “mbabu”, kelas sosial "bawah”, dan sekaligus menjadi “katup pengaman” dan “jalan” memperbaiki ekonomi. Proses marginalisasi nampak dalam:
1) Penyingkiran Perempuan dalam rantai perekonomian dalam masyarakat dan sekaligus memasukkan mereka dalam belenggu siklus per’TKW-an” yang tidak mereka ketahui secara utuh, menggunakan kapasitas diri seadanya (pendidikan rendah), dan mempertaruhkan diri akan potensi kekerasan yang ada di dalamnya;
2) Pengucilan perempuan dalam rantai ekonomi pedesaan di mana perempuan hanya memperoleh sedikit sekali peluang ekonomi di desa yang memang semakin hari semakin sedikit;
3) Feminisasi Pasar Pekerja Migran. Perempuan mengalami obyektifikasi keperempuanan mereka dalam siklus pekerjaan yang identik dengan Buruh dan PRT;
4) Pemiskinan TKW atau dirinya adalah wujud akhir dari semua yang dilakukan yang sedianya untuk keluarga. Apa yang diperoleh tidak memberikan dampak pada mobilitas vertikal dalam rumah tangga dan masyarakat.

c) dalam rumah tangga TKW merupakan pihak yang disalahkan/“ditumbalkan” jika terjadi kegagalan pendidikan anak dan kehancuran keluarga akibat perceraian, perselingkukan, kehamilan tidak diinginkan, pernikahan usia dini, dll.

d) “Solidaritas” dan “distribusi” beban ganda (kemiskinan) pada sekelompok perempuan dalam ikatan persaudaraan untuk memikul tanggung jawab rumah tangga karena ketidakhadiran isteri yang berprofesi sebagai TKW. Faktor mendasar marjinalisasi Perempuan Pekerja Migran dalam keluarga adalah “ideologi” gender. Nilai-nilai berdasarkan gender disosialisasikan sejak kecil, membangun “kesadarn subyektifitas”, selanjutnya menjadi acuan dalam identifikasi dan menentukan pilihan pekerjaan, serta membentuk sikap untuk menerima fakta marginalisasi yang diperoleh. Mengacu pada penelitian kajian wanita ini, pendidikan kritis bagi perempuan merupakan kebutuhan untuk membangun kapasitas diri perempuan dalam membangun daya tawar. Untuk itu dibutuhkan penelitian dan aksi lanjut yang bisa memberikan kontribusi baik secara konseptual dan praktis. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab persoalan dan kebutuhan subyek penelitian. Ada tiga komponen yang akan menjadi perhatian, yaitu:

1) SDM yang ditekankan pada bagaimana melakukan pendidikan kritis untuk membangun sikap kritis.
2) pengembangan inovasi yang diarahkan untuk transfer ketrampilan (life skill) yang mengarah pada membangun jiwa wirausaha; dan
3) membangun kelembagaan (pengorgansasian) pada aras perempuan calon, pekerja migran maupun mantan pekerja migran sebagai basis membangun capacity building menghadapi sistem per‘TKW-an” yang semakin kompleks. Out-put dari penelitian ini pada aras konseptual adalah model penelitian daya tawar dan pada aras praktis adalah peningkatan daya tawar pekerja migran. Penelitian akan menggunakan metode partisipatory action research (PAR) yang diarahkan untuk rekayasa sosial dari pendekatan intersiplin.

Tim Peneliti:
Purwanti Kusumaningtyas, M.Hum. (Ketua)
Purwanti Asih Anna Levi, S.S. (Anggota)
Volunteers