Jumat, 17 April 2009

Suara Perempuan untuk Perubahan: Pemilih Cerdas dan Berwawasan Gender




Materi pelatihan dikemas dalam bentuk komik.


Materi pelatihan dikemas dalam bentuk poster.




Materi pelatihan dikemas dalam bentuk brosur.


Narasumber dari Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak & Keluarga Berencana Prov. Jateng dalam pelatihan di Wonosobo, 26 Maret 2009.


Narasumber dari KPU Jateng sedang menyampaikan materi dalam pelatihan di Salatiga, 27 Maret 2009.


Ketua Panwaslu Kab. Banyumas sedang menyampaikan materi dalam pelatihan di Pekalongan, 28 Maret 2009.


Fasilitator dari UKSW sedang memandu peserta pelatihan untuk mengidentifikasikan masalah & kebutuhan perempuan di Surakarta, 29 Maret 2009.


Simulasi pemilihan dalam pelatihan di Semarang dipandu narasumber dari KPU Kab. Semarang, 29 Maret 2009.


Fasilitator sedang menjelaskan contoh surat suara dalam pelatihan di Kudus, 30 Maret 2009.


Ketua KPU Jateng sedang menjelaskan contoh surat suara dalam pelatihan di Boyolali, 31 Maret 2009.


Pelatihan Pendidikan Pemilih & Kepemiluan di Magelang, 1 April 2009.

Latar Belakang
Kondisi marginal perempuan tidak terlepas dari lemahnya pendidikan pemilih dan kepemiluan, khususnya bagi komunitas perempuan. Hasil penelitian UNDP (2008) memaparkan bahwa secara umum, “aspek ini relatif kurang mendapatkan perhatian. Ada sinyalemen bahwa semakin pemilih tidak paham dengan sistem pemilihan, mekanisme penyusunan calon, sampai implikasi dari janji-janji kampanye, maka semakin peserta Pemilu mendapatkan keuntungan. Pemilih yang pasif hanya dijadikan sebagai alat legitimasi atas kekuasaan”. Lebih lanjut diungkapkan Pendidikan Elektoral kebanyakan ditargetkan pada publik umum tanpa kategori khusus sesuai karakteristik pemilih dan daerah, kecuali dalam beberapa kasus. Dalam hal ini komunitas perempuan marginal (Ibu Rumah Tangga, pekerja informal, penyandang cacat, Pekerja Migrant, Pembantu Rumah Tangga, Lansia) sering luput dari target ini. Mereka dianggap dapat memperoleh informasi atau dapat diwakili oleh suami.

Dalam perspektif perempuan, politik haruslah mencakup seluruh kehidupan baik di ranah public maupun private. Perempuan dalam kehidupan sehari-harinya memiliki pengalaman khusus yang hanya dapat dipahami oleh dirinya sendiri, karenanya perempuan lebih tahu apa yang menjadi kebutuhannya, misalnya masalah kesehatan reproduksi, kesehatan keluarga, harga sembako, pendidikan anak, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasana seksual, diskriminasi di tempat kerja, diskriminasi dihadapan hukum dan lain-lain. Menjadi sangat penting bagi perempuan untuk ikut menjadi pembuat keputusan politik. Keikutsertaan perempuan dalam pembuatan keputusan publik dapat mencegah segala bentuk diskriminasi atau kebijakan yang tidak berpihak kepada perempuan.

Hal lain yang penting dalam kaitan perempuan dan politik adalah meningkatkan kesadaran politik perempuan, khususnya hak-hak mereka sebagai yang dipilih, pemilih, dan juga sebagai pemantau dalam pemilu legislative 2009 yang akan datang. Yang tidak kalah penting adalah peran perempuan pemilih untuk melakukan evaluasi, pembaharuan kebijkan public yang pro perempuan, dan menagih janji kepada anggota legislative terpilih.

Pemilu bagi perempuan mempunyai makna dan dampak yang sangat luas bagi kehidupan perempuan. Peran serta aktif perempuan dalam pemilu merupakan syarat mutlak jika perempuan berkeinginan menjadi lebih baik kehidupannya. Berbagai peran dalam pemilu bisa diambil oleh perempuan. Hak perempuan untuk dipilih dan memilih adalah modal untuk mencapai minimal 30% keterwakilan perempuan di parlemen.

Hasil pemilu 2004 di mana keterwakilan perempuan di DPR RI yang hanya 11% bisa menghasilkan produk kebijakan yang pro terhadap perempuan antara lain UU PKDRT, UU PTPPO.

Upaya untuk menghambat gerakan perempuan harus disadari sebagai suatu sistem yang sengaja dibuat. Masih kentalnya budaya patriarki menyebabkan laki-laki di parlemen tidak mau tersaingi oleh perempuan. Mereka dengan berbagai cara membuat produk hukum yang memperkecil peluang perempuan untuk meningkatkan keterwakilannya di perlemen. Aturan sistem pemilu yang berubah-ubah dan cenderung membingungkan tentu menjadi problem tersendiri terutama bagi perempuan yang sudah sadar politik tapi akses informasi sangat terbatas.

Informasi tentang kepemiluan sangat penting bagi perempuan mulai dari mekanisme pemungutan suara sampai pada proses penetapan calon terpilih. Perempuan perlu terlibat aktif dalam setiap tahapan karena proses pemilu harus terjamin bisa berjalan dengan jujur dan adil. Perempuan harus menyadari penting sekali arti satu suara karena dengan penentuan calaon terpilih berdasarkan suara terbanyak merupakan peluang bagi perempuan untuk bersaing secara lebih fair dengan laki-laki. Dan juga perempuan harus tetap waspada kemungkinan terjadinya kecurangan dalam proses penetapan calon terpilih. Jika perempuan tidak mempunyai informasi yang cukup tentang kepemiluan maka yang terjadi adalah kesalahan dalam menentukan pilihan dan akibatnya akan memperburuk kondisi perempuan.

Sebagai wujud kepedulian terhadap kondisi tersebut, PPSG-UKSW dalam koalisinya dengan Yayasan Parahita Salatiga, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jateng, dan L@PPIS Kudus dan dukungan dana dari Elections-MDP UNDP menyelenggarakan program Pelatihan Pendidikan Pemilih & Kepemiluan untuk Meningkatkan Partisipasi Perempuan dalam Pemilihan Legislatif Tahun 2009.

Tujuan Umum
1.Memberikan pemahaman kepada peserta tentang makna pemilu dari perspektif gender.
2.Peserta memahami bentuk–bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan khususnya dalam proses pengambilan kebijakan publik yang terkait kebutuhan praktis dan strategis perempuan.
3.Peserta bisa memahami perlunya pemilu yang berwawasan gender.
4.Memberikan pemahaman bagaimana menjadi pemilih yang cerdas dan berwawasan gender.
5.Peserta Pelatihan memahami makna pemilu yang berwawasan gender.

Metode Pelaksanaan
1.Seminar selama 2 jam untuk memberikan pemahaman konsep dan wawasan terhadap peserta seminar tentang Makna Pemilu bagi Perempuan dan pentingnya menjadi pemilih yang cedas berwawasan gender.
2.Pelatihan yang dilakukan dalam 2 sesi masing-masing: a) Makna Pemilu bagi Perempuan dan b) Pemilih Cerdas yang Berwawasan Gender.

Lokasi:
Salatiga, Boyolali, Surakarta, Magelang, Wonosobo, Semarang, Kudus, Pekalongan

Kelompok sasaran:
400 orang perempuan yang berasal dari komunitas perempuan marginal, antara lain:
a.Ibu Rumah Tangga (yang tergabung dalam PKK)
b.Kelompok perempuan pekerja informal (dalam sektor manufaktur, kerajinan, dan pertanian) di tingkat kecamatan, desa, RT/RW.

Waktu Pelaksanaan:
2 Maret - 3 Agustus 2009.

Tim Riset Aksi (Koalisi 4 lembaga):
* Arianti Ina R. Hunga (PPSG-UKSW - Penanggungjawab Program)
* Purwanti Asih Anna Levi (Parahita Foundation)
* Mila Karmilah (Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Jawa Tengah)
* Siti Malaiha Dewi (L@PPIS Kudus)
* Siti Munasifah (Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Jawa Tengah)
* Purwanti Kusumaningtyas (PPSG-UKSW)
* Mustika Kuri Prasela (PPSG-UKSW)
* Dhyah Ayu Retno W. (PPSG-UKSW)
* Yuliani (PPSG-UKSW)
* Wahyu K. Herlambang (PPSG-UKSW)
* Tundjung Mahatma (PPSG-UKSW)
* Florida I. Tawesi (PPSG-UKSW)
* Surono (PPSG-UKSW)
* Suharni (Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Boyolali
* Iin Arinta F. (Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Magelang
* Volunteers dari 4 lembaga koalisi & personal