Sabtu, 13 Desember 2008

Riset Unggulan Terpadu (RUT) - Ristek 2000-2002: Transformasi IKM Berbasis Pekerja Rumahan & Keluarganya dalam Perspektif Gender

Krisis ekonomi, moneter, dan politik di Indonesia sejak Oktober 1997 semakin memberikan dampak negatif bagi pengembangan usaha dan ketenagakerjaan yang selama ini sudah menunjukkan tanda-tanda ‘kerapuhan’ karena karena ketidakmampuan untuk mengelola usaha secara efisien dan profesional serta tidak berbasis pada sumber daya lokal. Kondisi belakangan ini menunjukkan perusahaan menengah - atas yang banyak tergantung pada bahan baku import semakin banyak yang terancam tutup. Dalam kondisi usaha yang sangat memprihatinkan tersebut, industri mikro, kecil dan menengah masih bisa bertahan hidup dalam kondisi minimal. Daya tahan industri kecil dan menengah nampaknya lebih kuat dalam menahan hempasan krisis ekonomi dan moneter, selain lebih banyak memakai bahan baku lokal, diduga juga karena berbasis pada pekerja keluarga. Tenaga kerja rumahan merupakan tenaga murah yang sering dieksploitasi untuk menekan biaya produksi sehingga mampu menghadapi persaingan pasar untuk bisa bertahan hidup meskipun dalam kondisi ekonomi yang semakin memprihatinkan.

Sistem usaha seperti itu, yang mempekerjakan tenaga kerja tanpa menyediakan gedung dan fasilitas kerja lainnya bagi tenaga kerja, berkembang sejak tahun 1990-an. Sistem ini telah mendorong pengusaha untuk memberi peluang kepada tenaga kerja untuk bekerja di rumahnya. Hal ini telah menciptakan adanya status pekerja rumahan (home workers) yang secara formal tidak tercatat dalam data statistik dan tidak terakomodasi dalam UU ketenagakerjaan. Sebagian besar pekerja rumahan adalah perempuan, baik ibu rumah tangga, dewasa belum menikah, maupun anak-anak. Bagaimana kondisi dari usaha kecil menengah yang mempekerjaan tenaga kerja rumahan, bagaimana kondisi tenaga kerja rumahan tersebut dalam kaitannya dengan keluarga mereka, serta interaksi mereka dengan industri kecil menengah belum banyak diungkap. Sebagian besar tenaga kerja rumahan tidak terikat dalam ikatan kerja yang formal, tidak diakui sumbangannya, tidak mengetahui haknya, menyediakan sendiri fasilitas kerja, mengelola usahanya dengan teknologi/peralatan sangat sederhana, menanggung sendiri resiko kerja, dan jam kerja yang panjang atau tidak menentu adalah sebagian dari potret tenaga kerja rumahan tersebut. Dalam kondisi ekonomi yang semakin buruk tidak ada pilihan bagi mereka kecuali terus bekerja agar keluarga bisa bertahan hidup walaupun dengan mengeksploitasi diri dan sumber daya keluarga. Kondisi marginal ini akan terus berlangsung dalam kondisi ekonomi dan yang semakin memburuk.

Bagi masyarakat miskin, industri kecil dan menengah merupakan sumber peluang kerja yang sangat berarti di tengah kelangkaan lahan dan peluang kerja di sektor lainnya. Untuk itu upaya transformasi kinerja industri kecil dan menengah berbasis pekerja rumahan dan keluarganya dalam perspektif gender dalam krisis keuangan dan moneter menjadi kebutuhan yang mendesak. Kinerja industri kecil dan menengah yang berbasis bahan lokal, faktor kompetitif produk dan wilayah, keterkaitan usaha untuk meningkat kinerja dan nilai tambah, manajemen usaha, kepedulian pada lingkungan, serta pemberdayaan tenaga kerja rumahan merupakan faktor-faktor yang dianggap dapat meningkatkan daya saing, nilai tambah, dan kontinuitas produksi sekaligus ketahanan sosial-ekonomi keluarga pekerja rumahan. Penelitian ini didesain untuk dapat mengungkapkan dinamika usaha industri kecil dan menengah berbasis pekerja rumahan dan keluarganya dalam perspektif gender dalam upaya melakukan transformasi kinerja industri kecil dan menengah yang diuraikan di atas.

Ketua Tim Riset Aksi: Ir. Arianti Ina R. Hunga, M.Si.

Pendampingan Penyusunan Program Pemulihan Ekonomi bagi Pengrajin Rumahan di Industri Batik & Konveksi Pasca Gempa Bumi di Kabupaten Klaten

Sektor industri mikro-kecil berkembang dengan cepat dan menjadi andalan Kabapaten. Klaten. Disperindag (awal 2006) mencatat sebanyak 35.767 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebanyak 165.906 orang yang terdiri dari 33 jenis industri sebagai andalan kabupaten Klaten. Dari seluruh unit usaha itu, 35.506 unit usaha (96,6%) berupa industri mikro-kecil berbasis pada rumah tangga yang mampu menyerap 142.020 orang tenaga kerja. Industri mikro-kecil ini sebagian besar merupakan industri mikro-kecil kerajinan yang berbasis pada sistem “putting-out” atau sebagian besar proses produksinya berada di rumah-rumah pekerja (Pekerja Rumahan). Jenis industri mikro-kecil ini tersebar di beberapa desa dan memproduksi sekitar 20 jenis kerajinan, meliputi 4.874 unit usaha, menyerap tenaga kerja sebanyak 19.149 orang, dengan nilai investasi 141 Milyard. Kerajinan tersebut antara lain: akar kayu, kayu jati/mahoni, bambu, gitar, keramik, tanduk, kayu glugu, sulak, batu alam, besi/kaleng, mainan anak, topeng kayu, batik, bordir, kulit, rambut, tenun, tali-temali, sablon, alat olah raga. Salah satu produk khas Kabupaten Klaten yang dikenal luas dan telah menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah batik baik pada media kain, kayu, maupun kulit dan konveksi.

Peristiwa gempa secara keseluruhan menimbulkan situasi problematik antara lain menurunnya kinerja industri mikro-kecil dan Pekerja Rumahan batik dan konveksi. Situasi problematik ini tidak terlepas dari persoalan:

a) Gempa yang terjadi tidak hanya merusak rumah tinggal yang sekaligus menjadi tempat kerja dan tempat peralatan kerja, tetapi juga mengganggu sistem produksi yang selama ini sudah terbangun. Rusaknya sistem produksi (”putting-out”) berarti mengganggu produksi secara keseluruhan.

b) Terbatasnya kemampuan industri mikro-kecil batik dan konveksi, serta pekerja rumahan untuk merespon (meraih kembali) pasar yang sebelumnya maupun mencari peluang pasar baru dan beradaptasi terhadap perubahan sistem (”putting-out”) yang terjadi akibat gempa.

c) Lemahnya kelembagaan pada aras komunitas batik dan konveksi. Keterbatasan ini terkait dengan:
1) Fasilitas kerja dan tempat kerja yang tidak memadai yang sebagian besar berada pada basis pekerja rumahan yang kemampuan finansialnya sangat terbatas.

2) Keterbatasan SDM:
* pola pikir, pemahaman, dan wawasan untuk merespon perubahan dengan kreatif;
* daya tawar SDM yang lemah dalam aspek produksi dan pemasaran karena keterbatasan ketrampilan. Mereka dikondisikan untuk mengerjakan satu jenis pekerjaan (spesifik) secara terus-menerus dan tidak terpikir atau terbuka peluang untuk meningkatkan/mempunyai ketrampilan lainnya untuk meningkatkan nilai ’tambah’ produk atau diversifikasi produk;
* keterbatasan akses terhadap inovasi & teknologi pengembangan produksi maupun pemasaran;
* kemampuan finansial (modal) untuk merespon perubahan secara cepat; dan
* pengelolaan usaha/pekerjaan belum berorientasi pada kebutuhan pasar yang terus berubah).

(3) Produk yang dihasilkan masih memiliki keterbatasan kualitas produk, nilai dan nilai tambah produk,lemahnya pengembangan produk karena keterbatasan penguasaan teknologi & fasilitas kerja, daya saing produk (harga jual tinggi, jangkauan pasar, dan ketersediaan), produktifitas, konsistensi & bekerlanjutan produk yang masih rendah).

(4) Keterbatasan kelembagaan, persoalan dan kebutuhan pada aras persoanal (pengusaha dan pekerja) belum diangkat menjadi persoalan dan kebutuhan bersama secara kelembagaan untuk membangun daya tawar.

Untuk memecahkan persoalan ini dibutuhkan program pemulihan ekonomi sub-sektor ini yang menekankan pemulihan dan peningkatan capacity building dari komunitas perbatikan dan konveksi (penataan aspek pasar, SDM, produk, dan kelembagaannya). Oleh karena itu ruang lingkup program meliputi 2 komponen yang saling terintegrasi, antara lain:
a) program aksi yang menekankan peningkatan akses pasar dan pemasaran untuk perluasan pasar dan penciptaan peluang kerja.
b) Peningkatan capacity building komunitas batik dan konveksi melalui kegiatan: pelatihan dan praktek, advokasi dan pendampingan, dan kelembagaan berupa pengorganisasian sasaran program dalam satu kesatuan produksi dalam bentuk Kelompok Kerja Bersama.

Tim Riset Aksi:
Ir. Arianti Ina R. Hunga, M.Si. (Ketua)
Drs. Tri Kadarsilo (Anggota)
Purwanti Asih Anna Levi, S.S. (Anggota)