Sabtu, 13 Desember 2008

Pendampingan Penyusunan Program Pemulihan Ekonomi bagi Pengrajin Rumahan di Industri Batik & Konveksi Pasca Gempa Bumi di Kabupaten Klaten

Sektor industri mikro-kecil berkembang dengan cepat dan menjadi andalan Kabapaten. Klaten. Disperindag (awal 2006) mencatat sebanyak 35.767 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebanyak 165.906 orang yang terdiri dari 33 jenis industri sebagai andalan kabupaten Klaten. Dari seluruh unit usaha itu, 35.506 unit usaha (96,6%) berupa industri mikro-kecil berbasis pada rumah tangga yang mampu menyerap 142.020 orang tenaga kerja. Industri mikro-kecil ini sebagian besar merupakan industri mikro-kecil kerajinan yang berbasis pada sistem “putting-out” atau sebagian besar proses produksinya berada di rumah-rumah pekerja (Pekerja Rumahan). Jenis industri mikro-kecil ini tersebar di beberapa desa dan memproduksi sekitar 20 jenis kerajinan, meliputi 4.874 unit usaha, menyerap tenaga kerja sebanyak 19.149 orang, dengan nilai investasi 141 Milyard. Kerajinan tersebut antara lain: akar kayu, kayu jati/mahoni, bambu, gitar, keramik, tanduk, kayu glugu, sulak, batu alam, besi/kaleng, mainan anak, topeng kayu, batik, bordir, kulit, rambut, tenun, tali-temali, sablon, alat olah raga. Salah satu produk khas Kabupaten Klaten yang dikenal luas dan telah menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah batik baik pada media kain, kayu, maupun kulit dan konveksi.

Peristiwa gempa secara keseluruhan menimbulkan situasi problematik antara lain menurunnya kinerja industri mikro-kecil dan Pekerja Rumahan batik dan konveksi. Situasi problematik ini tidak terlepas dari persoalan:

a) Gempa yang terjadi tidak hanya merusak rumah tinggal yang sekaligus menjadi tempat kerja dan tempat peralatan kerja, tetapi juga mengganggu sistem produksi yang selama ini sudah terbangun. Rusaknya sistem produksi (”putting-out”) berarti mengganggu produksi secara keseluruhan.

b) Terbatasnya kemampuan industri mikro-kecil batik dan konveksi, serta pekerja rumahan untuk merespon (meraih kembali) pasar yang sebelumnya maupun mencari peluang pasar baru dan beradaptasi terhadap perubahan sistem (”putting-out”) yang terjadi akibat gempa.

c) Lemahnya kelembagaan pada aras komunitas batik dan konveksi. Keterbatasan ini terkait dengan:
1) Fasilitas kerja dan tempat kerja yang tidak memadai yang sebagian besar berada pada basis pekerja rumahan yang kemampuan finansialnya sangat terbatas.

2) Keterbatasan SDM:
* pola pikir, pemahaman, dan wawasan untuk merespon perubahan dengan kreatif;
* daya tawar SDM yang lemah dalam aspek produksi dan pemasaran karena keterbatasan ketrampilan. Mereka dikondisikan untuk mengerjakan satu jenis pekerjaan (spesifik) secara terus-menerus dan tidak terpikir atau terbuka peluang untuk meningkatkan/mempunyai ketrampilan lainnya untuk meningkatkan nilai ’tambah’ produk atau diversifikasi produk;
* keterbatasan akses terhadap inovasi & teknologi pengembangan produksi maupun pemasaran;
* kemampuan finansial (modal) untuk merespon perubahan secara cepat; dan
* pengelolaan usaha/pekerjaan belum berorientasi pada kebutuhan pasar yang terus berubah).

(3) Produk yang dihasilkan masih memiliki keterbatasan kualitas produk, nilai dan nilai tambah produk,lemahnya pengembangan produk karena keterbatasan penguasaan teknologi & fasilitas kerja, daya saing produk (harga jual tinggi, jangkauan pasar, dan ketersediaan), produktifitas, konsistensi & bekerlanjutan produk yang masih rendah).

(4) Keterbatasan kelembagaan, persoalan dan kebutuhan pada aras persoanal (pengusaha dan pekerja) belum diangkat menjadi persoalan dan kebutuhan bersama secara kelembagaan untuk membangun daya tawar.

Untuk memecahkan persoalan ini dibutuhkan program pemulihan ekonomi sub-sektor ini yang menekankan pemulihan dan peningkatan capacity building dari komunitas perbatikan dan konveksi (penataan aspek pasar, SDM, produk, dan kelembagaannya). Oleh karena itu ruang lingkup program meliputi 2 komponen yang saling terintegrasi, antara lain:
a) program aksi yang menekankan peningkatan akses pasar dan pemasaran untuk perluasan pasar dan penciptaan peluang kerja.
b) Peningkatan capacity building komunitas batik dan konveksi melalui kegiatan: pelatihan dan praktek, advokasi dan pendampingan, dan kelembagaan berupa pengorganisasian sasaran program dalam satu kesatuan produksi dalam bentuk Kelompok Kerja Bersama.

Tim Riset Aksi:
Ir. Arianti Ina R. Hunga, M.Si. (Ketua)
Drs. Tri Kadarsilo (Anggota)
Purwanti Asih Anna Levi, S.S. (Anggota)

Tidak ada komentar: