Jumat, 12 Desember 2008

Kajian Wanita - Dikti 2008: Perubahan Peran Gender & Marginalisasi Perempuan dalam Keluarga Pekerja Migran -Studi Kasus di Kota Salatiga & Sekitarnya







Persoalan Perempuan Pekerja Migran (TKW) merupakan gambaran konkrit kemiskinan perempuan. Kompleksitas persoalan ini melibatkan berbagai pihak dan menjadi persoalan sistem dan struktural dengan faktor penyebab dan kendala yang tidak tunggal. Oleh keluarganya TKW djadikan obyek/komoditas untuk melepaskan diri dari lingkaran kemiskinan.

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran:
1) perubahan peran gender Perempuan Pekerja Migran dalam dalam rumah tangga dan masyarakatnya;
2) bentuk-bentuk marginalisasi Perempuan Pekerja Migran dalam rumah tangga dan masyarakatnya;
3) faktor mendasar apa yang mendasari proses marginalisasi Perempuan Pekerja Migran dalam rumah tangga dan masyarakatnya.

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dari perspektif gender. Subyek penelitian adalah TKW dan mantan TKW di salah satu desa (Desa Waru Doyong)pensuplai TKW dari Jawa Tengah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1) Gambaran umum Desa Warung Doyong merupakan desa yang marginal, baik dalam arti kepemerintahan (sebagai wilayah “pinggiran”) maupun kemasyarakatan. Gambarannya adalah: keterbatasan lahan pertanian dan peluang kerja, SDM yang terbatas (pendidikan, wawasan, & ketrampilan), dan persoalan sosial-ekonomi yang kompleks (pengangguran, putus sekolah, hubungan seks terlarang, kekurangan gizi pada anak balita, kekerasan dalam rumah tangga, dll).

2) Perubahan peran gender yang terjadi lebih mereproduksi peran gender tradisional yang terjadi. Ketidakhadiran TKW di rumahnya tidak menyebabkan suami mengambil alih peran tersebut tetapi menggeser/mengalihkan peran tersebut pada perempuan lain, seperti orang tua, mertua, saudara (kakak/adik). Perempuan Pekerja Migran hanya mengalami mobilitas horizontal dalam arti tidak ada perubahan peran yang bermakna, yaitu hanya pergeseran dari peran domestik ke domestik. Perbedaannya hanyalah pada wilayah di mana pekerjaan itu berlangsung. Kontribusi Perempuan Pekerja Migran ternyata tidak meningkatkan posisi tawarnya dalam keluarga dan masyarakat. Mereka tetap tersubordinasi dalam “kekuasaan” para suami dan laki-laki dalam masyarakat.

3) TKW mengalami proses marginalisasi secara struktural dan sistematis yang nampak pada level rumah tangga, sistem Pekerja Migran, dan masyarakat. Marginalisasi terjadi dalam basis nilai (ucapan/bahasa/wacana, stereotype, dan maknanya) dan basis material (jenis pekerjaaan, perlakuan, dan penghargaan). Bentuknya, antara lain:

a) Negara melalui organisasi perempuan yang sudah terbentuk sejak zaman Orde Baru yaitu PKK. ‘Ideologi’ gender (ibunisme) diterjemahkan (diindoktrinasikan) dalam Mars PKK , peraturan dalam organisasi, 10 program pokok PKK, dan Panca Darma Wanita.

b) Dalam sistem yang terkait dengan profesi Pekerja Migran, profesi Pekerja Migran diwacanakan dan dimaknai sebagai “mbabu”, kelas sosial "bawah”, dan sekaligus menjadi “katup pengaman” dan “jalan” memperbaiki ekonomi. Proses marginalisasi nampak dalam:
1) Penyingkiran Perempuan dalam rantai perekonomian dalam masyarakat dan sekaligus memasukkan mereka dalam belenggu siklus per’TKW-an” yang tidak mereka ketahui secara utuh, menggunakan kapasitas diri seadanya (pendidikan rendah), dan mempertaruhkan diri akan potensi kekerasan yang ada di dalamnya;
2) Pengucilan perempuan dalam rantai ekonomi pedesaan di mana perempuan hanya memperoleh sedikit sekali peluang ekonomi di desa yang memang semakin hari semakin sedikit;
3) Feminisasi Pasar Pekerja Migran. Perempuan mengalami obyektifikasi keperempuanan mereka dalam siklus pekerjaan yang identik dengan Buruh dan PRT;
4) Pemiskinan TKW atau dirinya adalah wujud akhir dari semua yang dilakukan yang sedianya untuk keluarga. Apa yang diperoleh tidak memberikan dampak pada mobilitas vertikal dalam rumah tangga dan masyarakat.

c) dalam rumah tangga TKW merupakan pihak yang disalahkan/“ditumbalkan” jika terjadi kegagalan pendidikan anak dan kehancuran keluarga akibat perceraian, perselingkukan, kehamilan tidak diinginkan, pernikahan usia dini, dll.

d) “Solidaritas” dan “distribusi” beban ganda (kemiskinan) pada sekelompok perempuan dalam ikatan persaudaraan untuk memikul tanggung jawab rumah tangga karena ketidakhadiran isteri yang berprofesi sebagai TKW. Faktor mendasar marjinalisasi Perempuan Pekerja Migran dalam keluarga adalah “ideologi” gender. Nilai-nilai berdasarkan gender disosialisasikan sejak kecil, membangun “kesadarn subyektifitas”, selanjutnya menjadi acuan dalam identifikasi dan menentukan pilihan pekerjaan, serta membentuk sikap untuk menerima fakta marginalisasi yang diperoleh. Mengacu pada penelitian kajian wanita ini, pendidikan kritis bagi perempuan merupakan kebutuhan untuk membangun kapasitas diri perempuan dalam membangun daya tawar. Untuk itu dibutuhkan penelitian dan aksi lanjut yang bisa memberikan kontribusi baik secara konseptual dan praktis. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab persoalan dan kebutuhan subyek penelitian. Ada tiga komponen yang akan menjadi perhatian, yaitu:

1) SDM yang ditekankan pada bagaimana melakukan pendidikan kritis untuk membangun sikap kritis.
2) pengembangan inovasi yang diarahkan untuk transfer ketrampilan (life skill) yang mengarah pada membangun jiwa wirausaha; dan
3) membangun kelembagaan (pengorgansasian) pada aras perempuan calon, pekerja migran maupun mantan pekerja migran sebagai basis membangun capacity building menghadapi sistem per‘TKW-an” yang semakin kompleks. Out-put dari penelitian ini pada aras konseptual adalah model penelitian daya tawar dan pada aras praktis adalah peningkatan daya tawar pekerja migran. Penelitian akan menggunakan metode partisipatory action research (PAR) yang diarahkan untuk rekayasa sosial dari pendekatan intersiplin.

Tim Peneliti:
Purwanti Kusumaningtyas, M.Hum. (Ketua)
Purwanti Asih Anna Levi, S.S. (Anggota)
Volunteers

Tidak ada komentar: